Kabupaten Gianyar, Bali
Alih-alih masuk ke museum dan melihat benda mati, wisatawan akan berinteraksi langsung dengan ratusan artefak seni yang masih hidup. Wisatawan yang berkunjung ke desa ini, dapat berinteraksi langsung dengan warga desa telah terbukti berhasil meneruskan DNA seni lebih dari 1.000 tahun. Layaknya sebuah museum, mereka adalah museum hidup.
Wisatawan yang berkunjung ke Batuan, berarti datang ke pusat sumber dari segala seni pertunjukan klasik Bali. Berbeda dengan tari dan pertunjukan yang sering ditemukan di hotel, restoran atau di teater terbuka pada umumnya, tarian di Desa Batuan justru tarian tradisi ditujukan untuk ritual penuh sakral. Tidak hanya tarian, tapi juga pertunjukan teatrikal dengan iringan alat musik tradisional yang jarang dimainkan di pertunjukan hiburan. Sebutlah diantaranya teatrikal Wayang Wong, sendra tari Gambuh, Rejang Sutri dan Rejang Dewa, tari Topeng Pajeg dan Topeng Bonres. Meskipun untuk tujuan ritual yang sakral, dengan prinsip desa wisata yang inklusif, wisatawan diperbolehkan untuk datang, melihat, bahkan menari bersama. Melalui cara itulah, semua kearifan lokal dan makna dari gerakan, intonasi musik, pakaian yang digunakan, dialog tokoh teater, bisa didapatkan oleh wsatawan. Tentu hal ini akan memberikan pengalaman spiritual yang tak akan terlupakan. Dikatakan seni tradisi terlengkap, karena disini juga adalah akar dari seni lukis, seni pahat dan ukir yang ada di Bali. Fakta tersebut bukanlah tak berdasar.
Terdapat bukti sebuah artefak berbahan logam yang dinamakan Prasasti Baturan, dibuat pada masa pemerintahan Raja Bali Kuni yaitu Srie Aji Marakata di tahun 944 isaka atau pada tahun 1022 Masehi, yang sampai saat ini masih tersimpan dengan suci didalam Pura Puseh Batuan. Tertuang dalam prasasti tersebut dalam Bahasa Bali Kuno, beberapa jenis seni seperti Citrakara, yaitu pelukis atau orang yang memiliki kemampuan melukis. Sulpika, menggambarkan pematung, Undahagi Kayu/Undahagi Batu dan Pangarungan yaitu orang yang memiliki keterampilan pertukangan dalam mengolah kayu dan batu.
Bukti itu juga yang mendasari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI memberikan pengakuan bahwa teknik lukisan gaya Batuan adalah sebagai warisan budaya tak benda. Bagi para seniman lukis yang bernaung di komunitas Batur Ulangun Batuan, melukis adalah nafas mereka. Tiada hari tanpa melukis. Selain itu, teknik lukisannya pun memiliki keunikan dan tingkat kerumitan yang tinggi, yang tidak dimiliki oleh daerah lain di Bali. Itulah mengapa teknik lukisan gaya Batuan mendapatkan hak kekayaan komunal dari Kementerikan Hukum dan HAM RI. Oleh karena itu, wisatawan dapat mengunjungi dan langsung belajar seni di ratusan studio dan sanggar seni yang ada di setiap pelosok desa.
Bagi wisatawan yang memiliki ketertarikan dengan desain arsitektur, desa ini memiliki dua atraksi yang kental dengan memori masa lalu. Rumah tradisional Bali, yang orisinalitasnya terjaga hingga 5 generasi. Rumah tersebut bukan hanya untuk dipertontonkan, tapi masih ditinggali oleh keluarga turunannya, dengan gaya hidup yang juga masih tradisional seperti nenek moyangnya. Selain itu, keunikan arsitektur Pura Adat Puseh tidak ditemukan di Pura lainnya. Terdapat seni arca periode Bali Kuno (abad X ? XIII Masehi) berdasarkan ciri-ciri arca perwujudan, arca memegang ayam, dan periode Madya (abad XVII ? XVIII Masehi ) yaitu arca kinara-kinarisaka. Pura tempat pemujaan Dewa Siwa ini juga memperlihatkan perpaduan arsitektur Majapahit dan Bali. Terdapat sebuah gapura dengan bahan candi layaknya di tanah Jawa, tapi juga dipadu dengan bata merah khas Bali.
Membutuhkan atraksi alam? Di sela-sela wisata seni budaya, wisatawan juga bisa menikmati jalan atau jogging santai di pinggir hamparan persawahan Lantangidung dan sungai Tukad Wos. Kesegaran air terjun yang masih didalam area desa juga bisa didapatkan.
Desa ini menjadi ?must visit place? tujuan yang penting untuk dikunjungi di Kabupaten Gianyar, karena letaknya yang strategis, yang berbatasan langsung dengan Ubud dan Sukawati. Dari Bandara I Gusti Ngurah Rai dapat ditempuh menggunakan Bus Si Teman, atau berkendara hanya dengan waktu tak lebih dari 60 menit.